Lamongan -
Bagi warga Lamongan, nama Mayangkara mungkin sudah tidak asing lagi
sebagai bagian dari sejarah perjuangan melawan agresi militer Belanda.
Batalyon 503 atau dikenal dengan nama Mayangkara ini dipimpin Mayor
Djarot Soebyantoro dan bermarkas di Mantup pada 5 Mei 1946.
Di
dalam batalyon ini juga terdapat perempuan-perempuan pejuang pemberani
yang memiliki peran tidak sedikit. Salah satunya adalah Nenek Subekti.
Wanita berusia 79 tahun ini merupakan salah satu undangan dalam Upacara
Peringatan Hari Pahlawan di Alun-alun Kota Lamongan, Sabtu (10/11/2012).
Kepada
wartawan, ketika ditanya perannya saat zaman perjuangan, nenek ini
masih bisa mengingat dengan jelas setiap peristiwa yang dialaminya.
Diceritakannya,
waktu itu dirinya ikut bergerilya bersama pasukan Djarot sekitar tahun
1948, ketika Belanda masuk ke Lamongan dari Balongpanggang, Gresik.
"Waktu
itu saya bersama pasukan lainnya harus lari hingga ke Deket dan
bergerilya dari sana," kenang perempuan kelahiran Bojonegoro 4 Maret
1933 silam tersebut.
Dia menyebutkan tugasnya yang kala itu
dirinya masih berusia 15 tahun adalah sebagai penghubung antar komando
pos gerilya. Nenek Subekti menuturkan, dirinya bertugas sebagai kurir
yang mengantarkan surat-surat penting untuk pos pejuang.
"Jika
kepergok tentara Belanda yang berpatroli, biasanya saya berpura-pura
sedang bermain-main sehingga tidak diperhatikan Belanda," ujarnya.
Waktu
itu lanjut dia, yang ada dipikiran hanya melaksanakan perintah untuk
membantu pejuang. Sehingga seringkali saat mendapat perintah mendadak
dirinya harus pergi sejauh belasan kilometer ke pos gerilyawan di hutan
dengan tanpa alas kaki. "Saya sempat mengenyam pendidikan setara SMP di
Bojonegoro tapi kemudian bergabung dengan tentara pelajar," kenangnya.
Nama
Batalyon 503 ini sendiri diambil dari nama kuda putih pemberian Kepala
Desa Mantup kepada Mayor Djarot Soebyantoro ketika memindahkan markasnya
ke Mantup/Lamongan pada 5 Mei 1946. Bukan hanya menjadi nama batalyon,
bahkan lambang kesatuan ini juga menggunakan kuda putih itu.
Batalyon
ini dikenang karena keberaniannya dalam melawan tentara Belanda.
Lambang lencana kuda putih Myaangkara ini secara resmi digunakan anggota
batalyonnya sejak 7 Agustus 1949.
Dengan seragam dan lencana
baru itu, dengan berani, sejumlah 400 anggota batalyon ini melakukan
penyusupan ke Kota Surabaya yang menjadi basis kekuatan musuh.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkomentar di website kami