Penistaan agama, RI Surati PBB
Sabtu, 29 September 2012
New York: Indonesia mengambil inisiatif menyusun sebuah instrumen tentang antipenistaan agama yang berlaku secara internasional. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, akan mengirim surat resmi tersebut kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang protokol usulan Indonesia itu.
"Kalau memang sudah mulai dirumuskan dan dibicarakan, Insya Allah saya akan kirim surat resmi kepada Sekjen PBB, Presiden Majelis Umum PBB tentang ini, sebagai usulan resmi Indonesia," kata Presiden SBY dalam jumpa pers dengan wartawan Indonesia di New York, Jumat (28/9), sebelum bertolak ke Jakarta.
Usulan protokol itu, kata Presiden Yudhoyono, diajukan Indonesia sebagai upaya mencegah terus berulangnya peristiwa penistaan agama, termasuk kasus beredarnya film anti-Islam yang baru-baru ini memicu kemarahan dan kekerasan di berbagai negara.
Instrumen yang melarang penistaan agama itu diharapkan bersifat mengikat, sehingga harus diikuti dan dipatuhi oleh seluruh bangsa di dunia.
Presiden mengatakan, ia menyadari bahwa proses perumusan tidak akan mudah mengingat adanya perbedaan di antara 193 negara anggota PBB tentang prinsip kebebasan berbicara.
Presiden Amerika Serikat Barack Obama dalam pidatonya di Sidang Majelis Umum, Selasa (25/9) lalu, telah memperingatkan, pemerintahnya tidak bisa melarang video ataupun pernyataan-pernyataan bersifat menistakan agama, karena hukum di negaranya sangat menjunjung hak warganya untuk memiliki kebebasan menyatakan pendapat.
"Nah di sini sebuah perjuangan. Oleh karena itu saya tidak bisa menetapkan target (waktu, red), tapi akan bekerja sungguh-sungguh dan memberikan tugas kepada menteri luar negeri, duta besar untuk PBB, serta duta besar untuk Amerika Serikat," kata Yudhoyono.
"Saya membayangkan memang tidak mudah, tapi harus kita lakukan dan bikinlah kira-kira pandangan dan usulan Indonesia konkritnya seperti apa," tambahnya.
Bagi Indonesia, papar Yudhoyono, penistaan yang dilakukan pemeluk agama tertentu kepada pemeluk agama lain tidak layak dianggap sebagai "freedom of speech", karena hal itu tidak sesuai dengan Pasal 29 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia, yang di Indonesia dimuat dalam UUD pasal 28, yang mengatur bahwa hak dan kebebasan seseorang ada pembatasannya, berkaitan dengan nilai moral dan ketertiban umum.
"Oleh karena itu saya katakan kebebasan tidak (bisa) absolut, apalagi kita hidup dalam perkampungan global, bertenggang rasa, saling menghormati, saling sensitif terhadap nilai-nilai keyakinan yang dianut oleh pihak lain," kata SBY.
Seruan Indonesia agar dunia memiliki instrumen antipenistaan agama dinyatakan Presiden SBY saat berpidato pada Sidang Majelis Umum PBB, Selasa (25/9) lalu.
Seruan itu dikeluarkan tak lama setelah peristiwa munculnya film anti-Islam buatan warga Amerika berjudul "Innocence of Muslims", yang isinya menghina Nabi Muhammad.
Video itu disebut-sebut menjadi penyebab tersulutnya kemarahan di dunia Muslim, yang diikuti dengan munculnya kekerasan di berbagai negara.
Beberapa pekan lalu, para warga yang marah terhadap video tersebut menyerang Konsulat AS di Benghazi, Libia, hingga menewaskan Duta Besar AS untuk Libia Christopher Stevens, tiga diplomat AS lainnya serta beberapa staf lokal Libia.
Kamis (27/9) lalu, sejumlah tokoh lintas agama di AS dan Indonesia yang tergabung dalam Interfaith Mission for Peace and Understanding mengeluarkan pernyataan bersama mengutuk pembuatan film anti-Muslim tersebut dan pada saat yang sama mengecam kekerasan di berbagai belahan dunia karena film tersebut, termasuk serangan yang menewaskan Dubes AS Christopher Stevens.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkomentar di website kami