Kabarlamongan.com: Banyak orang "memaksa" Allah mengabulkan doa-doanya. Mereka menggunakan
dalih bahwa Allah telah berjanji mengabulkan doa para hamba-Nya (QS.
Ghafir: 60) dan Allah mustahil mengingkari janji-janji-Nya (QS. Ar-Ra'd:
31).
Jika Allah menunda pengabulan doa atau menggantinya dengan
kebaikan lain, mereka kecewa, merasa diperlakukan tidak adil dan tidak
jarang menyalahkan pihak lain.
Sebenarnya, tidak cukup seseorang
mengeksplorasi satu ayat tentang doa, kemudian memeganginya sebagai satu
kaedah paripurna dan sempurna. Hal tersebut karena ayat-ayat tentang
doa banyak jumlahnya dan memiliki sisi yang saling melengkapi.
Belum
lagi, kita harus menggunakan as-Sunnah dalam memahami kekomprehensifan
hakikat doa di dalam Al-Qur'an, sehingga antara yang umum dan khusus
terpadu dengan sempurna.
Secara garis besar, Allah SWT
mengabulkan doa semua hamba, sebagaimana tersebut dalam keumuman
firman-Nya, "Dan Tuhanmu berkata: berdoalah kepadaku, niscaya aku akan
mengabulkan doamu." (QS. Ghafir: 60).
Sunah Rasul pun memperkuat
pengabulan tersebut, sebagaimana diriwayatkan oleh Salman Al-Farisi
bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sungguh, Tuhanmu adalah Tuhan Yang
Mahahidup, Mahamulia, yang malu jika hamba-Nya sudah berdoa mengangkat
kedua tangan kepada-Nya lalu membalasnya dengan tangan hampa." (HR
Ahmad).
Namun secara khusus, doa meniscayakan kelengkapan
syarat, etika, situasi, kondisi dan ikhtiar (usaha) yang
sungguh-sungguh, sehingga pengabulannya menjadi lebih dekat secara
logika. Dari sisi syarat, doa antara lain memerlukan keseriusan,
keyakinan dan kemantapan hati.
Dari sisi etika, doa di antaranya
meniscayakan kerendahan hati, pendekatan intensif kepada Allah,
penafian sikap pamer (riya) dan sombong (QS. Al-A'raf: 55). Dari sisi
situasi, doa orang yang terzalimi, orang tua, orang yang berpuasa,
pemimpin adil, musafir akan mudah dikabulkan Allah SWT.
Rasulullah
SAW bersabda, "Takutlah kamu akan doa orang yang terzalimi, karena doa
tersebut tidak mimiliki penghalang antara dia dengan Allah." (HR.
Bukhari-Muslim).
Dari sisi kondisi, doa pada keadaan, tempat dan
waktu yang istimewa semakin mudah pengabulannya, seperti disebut dalam
banyak hadis. Perbedaan kondisi tersebut tidak berarti berdoa di tempat
lain tidak dikabulkan, melainkan keadaan, tempat dan waktu istimewa
membuat semakin dekat dan mudah dikabulkannya doa karena kemuliaan dan
keutamaan yang terdapat di dalamnya.
Rasulullah SAW bersabda,
"Allah SWT turun ke dunia pada setiap malam (di sepertiga malam yang
terakhir) seraya berfirman: "Barang siapa berdoa kepada-Ku, maka pasti
Aku kabulkan doanya; barang siapa meminta kepada-Ku, maka pasti Aku
penuhi permintaannya; dan barang siapa memohon ampun kepada-Ku, maka
pasti Aku ampuni dia." (HR. Bukhari).
Dari sisi ikhtiar (usaha),
doa merupakan pelengkapnya. Ia sebab, bukan akibat. Jika ikhtiar yang
maksimal adalah anggota badan, maka doa adalah kepalanya, sehingga ia
merupakan satu kesatuan dari usaha.
Tentu masih banyak sisi lain
yang menentukan kekomprehensifan hakikat doa seperti keniscayaan
kehalalan prasarana, tidak disertai perbuatan dosa, tidak disertai
pemutusan silaturahim, tidak tergesa-gesa, tidak berputus asa dan lain
sebagainya.
Namun yang perlu disadari oleh setiap pendoa adalah
bahwa pengabulan Allah dapat terjadi dalam tiga bentuk: disegerakan
sebagaimana permintaan kita; ditunda sampai hari kiamat; dialihkan dalam
bentuk kebaikan yang berbeda.
Dengan pemahaman tersebut, maka
tidak elok jika setiap pendoa menagih janji tunai pengabulan doa yang
dapat mengakibatkan jiwanya tertekan, melainkan hendaknya berserah diri
kepada-Nya dan tetap berpikir kritis serta positif sebab pengabulan doa
adalah wilayah Allah SWT. Wallahu a'lam.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)



0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkomentar di website kami