Oleh: Maman Abdurrahman
Kata takwa sering
dimaknai dengan khasyyatullah (takut pada Allah). Selain itu, ia juga
dimaknai secara definitif sebagai imtitsalul awamir wa ijtinabun-nawahi
(melaksanakan segala perintah [Allah dan Rasul] serta menjauhi segala
larangan-Nya).
Dalam membangun karakter bangsa, kata takwa ini
harus menjadi fondasi. Karena takwa memiliki ciri-ciri yang sesuai
dengan karakter yang dibutuhkan. Dan, ibadah yang diperintahkan pun
bertujuan untuk meraih predikat takwa.
Secara rinci, sifat-sifat
takwa secara spiritual dan sosial diterangkan Alquran dan hadis
Rasulullah SAW. Pada awal surah al-Baqarah [2], misalnya, masalah
ketakwaan serta sifat-sifatnya, di antaranya, disebut pada ayat 2-4
(muttaqin). Orang yang bertakwa itu akan memperoleh al-falah
(kebahagiaan), baik di dunia maupun akhirat.
Pada surah Ali Imran
[3]: 133-135 disebutkan pula sifat takwa itu, yakni orang yang selalu
menafkahkan hartanya pada waktu senang dan susah, menahan amarah, dan
pemaaf terhadap orang lain, selalu zikir pada Allah, dan bertaubat
ketika telah melakukan kesalahan.
Keberhasilan membangun karakter
muttaqin adalah kesuksesan membangun umat dan bangsa. Takwa merupakan
fondasi penting dalam membangun karakter bangsa ini. Ketakwaan harus
menjadi bekal dalam kehidupan keseharian, baik sosial maupun politik.
Rasulullah
SAW selalu membaca ayat-ayat yang berkaitan dengan takwa ketika
menasihati calon pengantin. "Takwalah kepada Allah dalam (menghadapi)
perempuan-perempuan. Sesungguhnya mereka adalah "mitra" yang ada dalam
penguasaan kalian.”
Haji adalah ibadah yang dilakukan pada waktu
dan tempat tertentu, serta dengan tata cara yang khusus dan banyak
berinteraksi dengan yang lain. (QS al-Baqarah [2]: 197). Dalam ayat ini,
jamaah dilarang berkata rafats (ucapan dan perbuatan tidak senonoh,
walau pada istri); tidak fasiq (berbuat dosa), dan jidal (konflik).
Maka, takwa harus menjadi bekal untuk para calon haji tersebut.
Tanpa
bekal takwa ini haji yang mahal dengan menunggu waktu dan penantian
yang panjang serta perjalanan yang jauh dan menguras tenaga, maka
hajinya akan menjadi tanpa makna. Takwa yang dibawa ketika berhaji dan
menjadi bekal utama, harusnya dibawa kembali ke tempat asal (daerah),
sehingga ia menjadi pribadi muttaqin.
Karakter muttaqin ini
sangat didambakan setiap para haji. Sebab, hanya dengan karakter takwa
yang akan menjadi penjaga dan pemelihara dirinya, keluarganya, bangsa,
dan negara.
Dengan takwa, tidak akan ada tindakan yang haram di
negeri ini, seperti korupsi, perampokan, dan zina. Karena banyak yang
sudah muttaqin dan bergelar haji yang sudah mampu memelihara
ketakwaannya.
Haji mabrur adalah harapan setiap orang yang
melaksanakan haji. Karena kemabruran itulah yang akan membebaskan
dirinya dari api neraka, bahkan dijamin masuk surga. Nilai-nilai haji
mabrur yang bersumber dari ketakwaan ini, hendaknya tertanam dalam
setiap hati umat untuk membangun karakter bangsa yang maju dan kuat.
Wallahu a'lam.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkomentar di website kami