Jakarta: Berulangnya kekerasan terhadap kelompok Syiah di Sampang, Jawa Timur, dinilai akibat lemahnya proses hukum dan vonis yang ringan terhadap pelaku kekerasan.
Hal itu diungkapkan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai di Jakarta, Jumat (31/8) malam. Dalam keterangan tertulis, Ketua LPSK menyayangkan berulangnya tindakan kekerasan di Sampang.
Padahal, menurut Abdul Haris, potensi aksi kekerasan tersebut sebenarnya sudah tercium sejak bulan April 2012. Apalagi, katanya, LPSK juga telah menerima permohonan perlindungan lima korban kekerasan di Sampang saat rapat paripurna LPSK, 12 Maret 2012.
Para pemohon perlindungan tersebut merupakan saksi dan korban yang memiliki informasi penting mengenai tindakan kekerasan yang mereka alami.
"Informasi yang dimiliki para pemohon ini sangat penting. Mereka menyaksikan langsung kejadian kekerasan tersebut, namun sayangnya justru hanya satu pemohon yang dijadikan saksi dalam proses penegakan hukum," katanya.
Kekerasan pada 26 Agustus 2012 itu, menurut dia, seharusnya dijadikan momentum agar proses penegakan hukum dapat dilakukan secara serius dan tidak mengabaikan hak-hak korban.
"Dengan ringannya vonis dan bebasnya beberapa pelaku kekerasan di Sampang, kekerasan di daerah ini akan terulang dan hak korban mendapatkan ganti rugi akan terabaikan," katanya.
Sebelumnya, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menginginkan kepolisian menangkap pelaku lapangan dan otak di balik kekerasan yang mengakibatkan tragedi Sampang.
Dalam catatan hasil pemantauan di lapangan, Kontras menemukan bukti kuat adanya eskalasi kekerasan, baik yang bersifat turut serta, memotivasi sampai pelaku lapangan.
"Kami ingin menegaskan penyerangan yang dilakukan 500 orang lebih itu patut diduga merupakan upaya yang sistematis. Mereka yang terlibat bukan lagi anggota keluarga saja, tetapi juga melibatkan pihak-pihak di luar keluarga," katanya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkomentar di website kami