Iklan

Iklan
Advertorial
News Update :

Harga Rokok terlalu Murah, Indonesia Jadi Surga Perokok

Rabu, 12 September 2012


Jakarta: Harga rokok yang terlalu murah dan tidak memadainya perlindungan pemerintah untuk melindungi warganya dari bahaya paparan asap rokok menjadi faktor utama terus meningkatnya jumlah perokok aktif.

"Harga rokok di Indonesia sangat murah. Bahkan untuk memperluas penjualan, rokok bisa dijual secara ketengan," ujar Koordinator Unit Analisis Kebijakan dan Ekonomi Kesehatan Kemenkes Soewarto Kosen, di Jakarta, Kamis (13/9).

Tercatat, harga rokok di Indonesia berkisar seharga Rp10 ribu-an. Sementara di beberapa negara ASEAN seperti Singapura dan Brunei sudah mencapai Rp60 ribu-an.

 Di samping harganya yang murah, di negara kita menjual rokok secara ketengan pun masih diperbolehkan. Keadaan seperti ini menjadikan Indonesia sebagai surga bagi para perokok.

Soewarto tegas mengatakan praktik penjualan seperti itu seharusnya dilarang. Pasalnya, hal itu memudahkan anak-anak untuk membeli merokok.

Dari sejumlah riset, lanjut Soewarto, bahkan beberapa produsen rokok mengaku mendapat keuntungan lebih besar dengan menjual secara mengeteng. Kendati harga jualnya lebih rendah, volume pembeliannya meningkat.

Dengan djual secara mengeteng, masyarakat dari kelompok masyarakat miskin akhirnya juga terpancing membeli rokok. Bahkan, mereka cenderung mengutamakan untuk membeli rokok dibanding kebutuhan pokok di tengah keterbatasan ekonomi.

Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2004 mengatakan belanja rokok pada rumah tangga miskin yang perokok menempati urutan kedua setelah makanan pokok. Bahkan, belanja rokok berkisar empat kali pengeluaran pendidikan dan tiga kali pengeluaran kesehatan.

Soewarto menyarankan, untuk membatasi akses anak-anak merokok, pemerintah harus berani menaikan harga cukai rokok. Dari sejumlah contoh kasus di sejumlah negara, penaikan harga cukai rokok tidak menurunkan jumlah perokok secara bermakna, namun bisa mengurangi tingkat perokok baru.

Naiknya harga cukai rokok malah bisa dimanfaatkan untuk peningkatan pembiayaan kesehatan bagi perokok.

Lagi pula katanya, uang cukai rokok yang masuk ke APBN tidak sebanding dengan uang yang dibelanjakan oleh masyarakat untuk membeli rokok. Tercatat cukai rokok yang masuk ke APBN sebanyak Rp55 triliun, sementara uang yang dipakai masyarakat untuk memmbeli rokok hingga Rp115 triliun per tahun

Lebih jauh Soewarto juga menyoroti lemahnya perlindungan negara pada warga dari bahaya asap rokok sehingga jumlah perokok terus meningkat.

Lemahnya kebijakan negara dalam memberi perlindungan bisa ditengok dari belum adanya larangan iklan, promosi dan pemberian sponsor industri rokok. Selain itu upaya perlindungan lingkungan bebas dari asap tembakau juga sangat lemah. Kawasan tanpa rokok (KTR) yang telah diatur oleh pemerintah, banyak dilanggar di lapangan.

Faktor lain adalah belum adanya peringatan bahaya merokok dalam bentuk gambar dalam kemasan produk rokok dan belum ada program terpadu untuk menolong orang yang ingin berhenti merokok.
Share this Article on :

0 komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkomentar di website kami

 

© Copyright Berita Lamongan Terkini 2010 -2011 | Design by Kabarlamongan.com | Published by Nirwana Digital Print | Powered by Blogger.com.