Jumlah pengrajin batik dan tenun di Jawa Timur terus mengalami penyusutan dari tahun ke tahun. Ironisnya, program-program pemerintah belum mampu mengatasi persoalan mereka.
Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur Nur Muhyidin mengungkapkan, penyusutan jumlah pengrajin batik dan tenun disebabkan tiga faktor utama. Diantaranya, kesulitan permodalan dan minimnya proses regenerasi kerajinan.
"Kerajinan batik maupun tenun, sebetulnya potensi pasarnya besar. Tetapi di lapangan, kondisinya memprihatinkan. Jumlah pengrajin menyusut. Ini menjadi masalah yang harus dipecahkan," ungkap Nur Muhyidin saat melakukan kunjungan di salah satu perusahaan tenun ikat di Kelurahan Bandar Kidul, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Rabu (15/08/2012).
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Jatim ini menjelaskan secara rinci tiga faktor yang dimaksud. Pertama masalah modal, ada pengrajin dengan sekala kecil yang butuh modal. Kedua akses pemasaran produ-produk tersebut saat ini sangat terbatas. Ketiga jumlah generasi muda penerus semakin berkurang. Menurutnya, generasi muda banyak yang tidak mau meneruskan kerajinan tersebut, melainkan memilih profesi lain.
"Profesi ini memang membutuhkan ketrampila dan kesabaran. Tetapi di sisi penghasilan kalah. Sehingga, lebih banyak yang memilih profesi lain yang lebih sederhana dan mudah misalnya, menjadi penjahit," terang Nur Muhyidin.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim dan Pemerintah Daerah (Pemda) setempat memang sudah melahirkan banyak program-program untuk mengatasi masalah yang dihadapi para pengraji. Tetapi, diakui Muhyidin masih sangat minim. Sehingga, masih perlu didorong dan dipacu secara terus menerus.
Menurut Muhyidin, ada beberapa solusi yang bisa diambil. Yang paling utama adalah mendorong generasi muda untuk menjaga dan melestarikan budaya kerajinan tersebut. Mendorong supaya sekolah-sekolah menjadi bagian penting dalam menciptakan minat profesi ini.
"Kita dorong para generasi muda di sekolah-sekolah menjadi minat untuk meneruskan profesi ini. Sehingga di sekolah, misalnya ada alat penenunnya, alat pembatik. Atau semacam ekstra kurikuler," terangnya.
Sementara itu,mendekati lebaran tahun ini, jumlah permintaan sarung serta baju terbuat dari tenun ikat mningkat. Dari 14 sentra pengrajin usaha tenun ikat yang ada di Kelurahan Bandar Kidul, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, pada umumnya mereka mengaku, kewalahan melayani pesanan masyarakat.
Siti rokayah, salah satu pengusaha tenun ikat mengatakan khusus pada bulan ramadhan tahun ini, dirinya telah memproduksi 800 potong baju, syal, serta sarung tenun ikat. Jumlah produksi bulan ini jauh lebih banyak ketimbang, bulan pada hari biasa, yang hanya mncapai 625 potong.
Setiap harinya, khusus pada bulan ramadhan tahun ini ia bisa menjual produk barang daganganya tersebut, laku 20 hingga 30 potong dengan harga bervariatif
Siti Rokayah menjelaskan untuk sarung tenun ikat ia biasa menjual ke konsumen seharga Rp 150 ribu. Sementara sarung berbahan semi sutra dijual Rp 190 ribu, untuk bahan penuh sutra Rp 275 ribu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkomentar di website kami