Iklan

Iklan
Advertorial
News Update :

Lamongan Online

More on this category »

Politik

More on this category »

Teknologi

More on this category »
Tampilkan postingan dengan label Demokrasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Demokrasi. Tampilkan semua postingan

Perlukah kita perang? - Ketegangan Indonesia - Malaysia

Jumat, 27 Agustus 2010

Berbagai macam latar belakang orang, seperti Status sosial, Agama, dan Adat, memiliki peran besar terhadap perilakunya, baik perilaku berfikir maupun bertindak. Isu ketegangan Indonesia - Malaysia belakangan ini telah menjadi bahan perbincangan di semua lapisan masyarakat Indonesia, termasuk saya dan beberapa rekan pun suka membicarakannya dalam format diskusi santai disela-sela waktu senggang.
Berikut adalah kesimpulan saya dari hasil dialog dengan 4 jenis orang dengan jenis pemahamannya masing-masing dalam menyingkapi masalah, untuk menjawab pertanyaan "Perlukah kita perang dengan Malaysia ? ", kalimatnya tidak persis seperti yang mereka ucapkan, tapi saya ambil poinnya saja.

Perlukah kita perang?

Golongan 1 :
Golongan ini tidak bisa memberikan opini yang obyektif , tapi jika saya tanya lebih suka menyampaikan gurauan segar bahwa, jika terjadi peperangan akan terjadi perubahan nasib baik bagi kehidupannya, dengan pemahaman, jika terjadi perang maka keadaan tidak akan terkendali dan segala bentuk ketertiban dan keteraturan yang selama ini dianggap membelenggu hidupnya akan hilang, sehingga peluang untuk meraih sesuatu dia anggap lebih leluasa, karena tidak ada lagi kekuasaan sosial yang akan mengendalikan hidupnya. Jadi motivasi perang dari golongan ini bertolak dari keputusasaan menghadapi kehidupan di negeri ini.

Golongan 2:
Golongan orang ini melihat ketegangan yang dirasakan di negeri ini banyak bernuansa ketersinggungan sebagai bangsa yang berdaulat dan keprihatinan kepada pelanggaran HAM yang menimpa warga Indonesia di Malaysia, dia tidak terlalu mendukung perang tapi menuntut ketegasan pemerintah secara diplomatik dan lebih menyarankan pada pemutusan hubungan diplomatik ketimbang pencetusan perang.

Golongan 3:
Golongan ini tidak ingin perang maupun pemutusan hubungan diplomatik, alasannya, Jangankan menyatakan perang, pemutusan hubungan diplomatik saja pun sebetulnya tidak akan memberikan manfaat yang berarti, dan berharap pemerintah RI tetap menempuk jalan diplomasi untuk menyelesaikan masalah.

Golongan 4:
Total ingin perang tak ada kata diplomasi, dengan motivasi yang total idealistis, seperti Agama, kondisi kehidupan sosial, dendam pribadi/golongan, dll, tanpa memperhitungkan berbagai aspek .Golongan ini kalaupun dikatakan sangat minoritas, tapi ada dan bagian dari warga Indonesia.


Kajian historis K.J. Holsti, Jika konflik antar negara terjadi

Berikut menurut K.J. Holsti (author of International Politics), macam-macam tindakan yang akan dilakukan suatu negara terhadap negara lain jika suatu konflik atau krisis terjadi antar negara (K.J. Holsti: 1971). Di antaranya adalah: 1) surat protes, 2) pemanggilan dubes untuk 'konsultasi, 3) penarikan dubes, 4}ancaman boikot atau embargo ekonomi (parsial atau total), 5)propaganda anti negara tersebut di dalam negeri, 6) pemutusan hubungan diplomatik secara resmi, 7) mobilisasi pasukan militer (parsial atau penuh) walaupun sebatas tindakan nonviolent, 8) peniadaan kontak antar warganegara (termasuk komunikasi), 9) blokade formal, 10) penggunaan kekuatan militer terbatas 11) pencetusan perang. Namun tindakan-tindakan tersebut tidak mesti berurutan, karena dapat saja melompat dari yang satu ke yang lain.


Tanggung jawab para pemimpin negara

Sebagai para pemimpin negara seperti Presiden, Para Menteri, dan Pejabat tinggi lainnya, yang notabene dimaknai sebagai orang-orang terpilih kualitasnya dengan segala fasilitas negara yang dikompensasikan kepadanya, dituntut untuk dapat melihat permasalahan bukan cuma dari persepsi politis sendiri, tapi juga dari ke-empat sudut pandang rakyat diatas, dan lalu meramunya menjadi sebuah kebijakan yang terbaik dalam kerangka nasional maupun internasional. Itulah tanggung-jawab anda-anda yang mesti dipertanggung jawabkan tanpa perlu banyak mengeluh ataupun curhat, bersikaplah tegas, setegas teriakan anda-anda ketika berorasi merayu rakyat untuk mencalonkan anda-anda sekalian. Manusia mengusahakan yang terbaik dan biarkan Yang Maha Adil menentukan hasil akhirnya.

Kita tahu masih ada golongan ke 5, yaitu provokator, yang memiliki kepentingan sendiri dibalik konflik yang terjadi.

Siapa yang sebenarnya ingin perang..? Sebagai rakyat kecil, perang atau tidak kami akan mendukung kebijakan yang terbaik yang diputuskan pemerintah, kalau kebijakan itu kurang cocok, ya kami protes seperti biasa. Monggo, musuh tidak dicari, datang kami tak akan lari.

Lucu menurut saya, buat dia penting

Selasa, 10 Agustus 2010

gambar lucu tapi penting
Menurut saya gambar di atas adalah lucu, buat si pemilik warung penting, buat si tetangga warung adalah cari masalah...


Memahami perbedaan dengan bijak

Temperatur sosial saat-saat sekarang ini di Indonesia khususnya dan dunia umumnya cukup panas, berbagai kerusuhan yang terlabeli agama bermunculan, dan tidak bisa disepelekan begitu saja terutama yang bertempat tinggal di wilayah-wilayah tertentu, karena bukan tidak mungkin dampaknya akan menyeret kita atau keluarga kita kedalam masalah serius [bisa nggak ikut lebaran]

Maka menyambut Ramadhan dan Idul fitri 2010 ini, mari tingkatkan kesabaran, ketakwaan, keimanan, dan kewaspadaan, serta usahakan menghindari konflik atau perselisihan (konyol) yang dipicu oleh "perbedaan sudut pandang dalam memaknai sesuatu...."

Selamat beribadah puasa bagi yang menjalankannya....


gambar sumber :21.media.tumblr.com

Belajar demokrasi dan memahami perbedaan lebih luas

Kamis, 21 Januari 2010







Rajam di Somalia - adalah hukuman melempari penzina dengan batu sampai mati dan yang berhak menjatuhkan hukuman rajam itu adalah pengadilan tinggi suatu negara yang menganut hukum agama Islam dan Yahudi. Prosesi rajam dengan cara, para penzina ditanam berdiri di dalam tanah sampai dadanya, lalu dilempari batu hingga mati. (wikipedia)

Untuk menyambung posting saya sebelumnya tentang hakekat "memahami perbedaan dengan bijak" . Maka sejenak kita bicara demokrasi, karena esensi demokrasi tak mesti di artikan suatu konsep politik, tapi bisa juga di realisasikan dalam bentuk budaya berinteraksi antar individu. Karena intinya demokrasi adalah menyelaraskan perbedaan-perbedaan yang ada dalam kehidupan manusia.

Perbedaan dan Demokrasi

Saat ini kita bisa ber-internet ria adalah sebagai buah demokrasi yang dihasilkan bangsa ini, yang mana kita tau kondisi ini terpicu reformasi 98 lalu.

Memahami Perbedaan Merupakan Akar Jiwa Demokrasi

Saya berpendapat adalah tidak masuk akal jika bicara demokrasi tanpa bicara pemahaman akan esensi perbedaan budaya dalam masyarakat, baik nasioanal maupun internasional .

Perbedaan menjadi akar semua masalah perpecahan, pembunuhan, etc..

Perbedaan membuat seorang murid dan guru baku pukul/bunuh.

Perbedaan membuat perceraian dalam rumah tangga.

Perbedaan membuat sesama agama, bangsa, dan individu saling bermusuhan.

Perbedaan membuat para anggota dewan bukan bersidang , tapi malah bermusuhan.

So, sebelum bermimpi mengharap "keadilan" dari Demokrasi di Indonesia , sudah se-dewasa apa, se-intelektual apa, se-kerdil apa, se-luas apa..,kita memahami perbadeaan .

Wejangan Bung Karno

"Sosio nasionalisme bertujuan untuk mencari keberesan politik dan keberesan ekonomi, keberesan negeri dan keberesan rezeki. Sosio demokrasi lahir daripada sosio nasionalisme bertujuan mencari keberesan politik dan ekonomi, keberesan negeri dan rezeki, dan tidak hanya mengabdi kepada kepentingan sesuatu yang kecil melainkan kepada kepentingan masyarakat.

Sosio nasionalisme adalah nasionalisme yang berperikemanusiaan, nasionalisme yang lapang dada, nasionalisme yang internasionalisme, nasionalisme yang bergetar hatinya untuk membela apabila melihat masih ada bangsa yang terjajah. Sosio nasionalisme bukanlah nasionalisme yang berpandangan sempit dan menumbuhkan chauvinisme jingoisme, intoleran atau disebut xeno phobia. Sosio nasionalisme juga bukan nasionalisme yang hanya berorientasi pada internasionalisme minded saja, tanpa memperhatikan harga diri atau identitas nasional atau disebut xeno mania..."

Memahami budaya dan ideologi orang lain adalah pisau analisa

Seperti yang di ungkapkan Bung Karno "bahwa Marhaenisme adalah Marxisme yang disesuaikan dengan kondisi dalam masyarakat Indonesia sendiri" .

Beliau selalu menekankan pentingnya mengenal dan mengkaji budaya bangsa lain sebagai pisau analisa untuk mengkaji budaya bangsa sendiri , Sangat logis... karena bagaimana mungkin , kita berteriak "Komunis adalah salah", "Hukum rajam adalah salah " , "Budaya masyarakat anu adalah salah" , sementara kita tak pernah menyentuh eksistensi dasar pada apa yang kita anggap salah, Lebih memprihatinkan lagi tidak pernah intropeksi diri (Ideologi membabi buta, sinisme buah kekerdilan berfikir).

Mabuk Laut (memahami sulitnya berdemokrasi)

"Jika kita naik kapal laut ,terasa pusing ,mual, dan mau muntah, tapi para penumpang lain biasa-biasa saja....maka jangan buru-buru menyalahkan kapal lautnya, nahkoda, atau kondisi di kapal...karena mungkin saja kita yang kampungan, tidak biasa di laut (sayang sekali padahal kita negara kepulauan yang kaya lautan-nya), tapi cuma biasa makan ikan asin dari laut, ini yang repot, "benci laut tapi mau makan hasil laut" - Mungkin kurang lebih seperti itulah perumpamaan problem bersosialisai dalam kerangka demokrasi"

Mengapa orang korupsi ? Analisa psikologi

Definisi Korupsi adalah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok).perilaku pejabat publik (pejabat pemerintahan), yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.

Perbuatan korupsi memang berbeda dengan pencurian biasa/maling, perbuatan ini yang notabene dilakukan oleh oknum pejabat publik cenderung memiliki dampak yang luas ,yang menyangkut suatu sistem pemerintahan dimana dia berada, dan bahkan bisa membuat kehancuran suatu negara, ini yang membedakan dengan prilaku kriminal biasa di level masyarakat umum yang efeknya sebatas lingkup per-individu dan tidak mempengaruhi sistem pemerintahan. Memprihatinkan bahwa Indonesia menempati ranking 3 besar dunia untuk kasus korupsi ini.

Pertanyaannya: mengapa orang yang katanya baik-baik ternyata korupsi juga? Kaum behavioris mengatakan, berarti lingkunganlah yang secara kuat memberikan dorongan bagi orang untuk korupsi dan mengalahkan sifat baik seseorang yang sudah menjadi traits pribadinya. Lingkungan dalam hal ini malah memberikan dorongan dan bukan memberikan hukuman pada orang ketika ia menyalahgunakan kekuasaannya.

Penelitian-penelitian empiris mengenai korupsi mengonfirmasi anggapan tersebut.Pada umumnya faktor penyebab korupsi bersumber pada tiga aspek yaitu:

  1. Kerusakan pada lingkungan makro (negara) di mana sistem hukum, politik, pengawasan, kontrol, transparansi rusak.Kerusakan tersebut menjadi latar lingkungan yang merupakan faktor stimulus bagi perilaku orang. Tentunya menjadi jelas ketika sistem tidak secara kuat memberikan hukuman terhadap pelanggaran dan imbalan terhadap sebuah prestasi, tingkah menyimpang (korupsi) malah akan diulang-ulang karena akan memberikan konsekuensi yang menyenangkan.
  2. Pengaruh dari iklim koruptif di tingkat kelompok atau departemen.
  3. Karena faktor kepribadian.

Korupsi dan hungunannya dengan kepribadian anak

Sigmund Freud merupakan pendiri Psikoanalisis. Teori Psikoanalisis fokus pada pentingnya pengalaman masa kanak-kanak. Intinya, masa kanak-kanak memegang peran menentukan dalam membentuk kepribadian dan tingkah laku manusia ketika dewasa kelak.

Ada lima tahap perkembangan kepribadian dalam Psikoanalisis. Menurut Freud, manusia dalam perkembangan kepribadiannya melalui tahapan oral, anal, phallis, laten, dan genital.
  1. Tahap oral, Pada tahap ini manusia melulu menggunakan mulutnya untuk merasakan kenikmatan. Bayi selalu memasukkan ke mulutnya setiap benda yang dipegangnya. Tahapan ini berlangsung pada 0-3 tahun.
  2. Tahap anal, Inilah tahapan ketika anak memperoleh kenikmatan ketika mengeluarkan sesuatu dari anusnya. Anak menyukai melihat tumpukan kotorannya. Pada tahap ini anak dapat berlama-lama dalam toilet.
  3. Tahap phallis, Tahap phallis berlangsung pada umur 8-10 tahun. Anak memperoleh kenikmatan dengan memainkan kelaminnya.
  4. Tahap laten, Anak melupakan tahapan memperoleh kenikmatan karena sudah memasuki usia sekolah. Anak mempunyai teman dan permainan baru.
  5. Tahap genital, Inilah tahapan ketika perkembangan kedewasaan mencapai puncaknya. Manusia sudah memasuki tingkat kedewasaan. Tahap-tahap perkembangan ini berjalan normal, dari satu tahap ke tahap berikutnya. Namun, bisa saja orang terhambat dalam perkembangan dini. Freud menyebutnya fiksasi. Penyebabnya beragam, bisa karena orang tua, lingkungan sosial, atau konflik mental.

Lantas apa relevansinya dengan perilaku korupsi? Untuk menjawabnya, kita mesti melacak akar penyebab korupsi.

Teori Gone

Menurut Jack Bologne, akar penyebab korupsi ada empat : Greed, Opportunity, Need, Exposes.
  1. Greed terkait keserakahan dan kerakusan para pelaku korupsi. Koruptor adalah orang yang tidak puas akan keadaan dirinya. Punya satu gunung emas, berhasrat punya gunung emas yang lain. Punya harta segudang, ingin punya pulau pribadi.
  2. Opportunity terkait dengan sistem yang memberi lubang terjadinya korupsi. Sistem pengendalian tak rapi, yang memungkinkan seseorang bekerja asal-asalan. Mudah timbul penyimpangan. Saat bersamaan, sistem pengawasan tak ketat. Orang gampang memanipulasi angka. Bebas berlaku curang. Peluang korupsi menganga lebar.
  3. Need berhubungan dengan sikap mental yang tidak pernah cukup, penuh sikap konsumerisme, dan selalu sarat kebutuhan yang tak pernah usai.
  4. Exposes berkaitan dengan hukuman pada pelaku korupsi yang rendah. Hukuman yang tidak membuat jera sang pelaku maupun orang lain. Deterrence effect yang minim.

Empat akar masalah diatas merupakan halangan besar pemberantasan korupsi. Tapi, dari keempat akar persoalan korupsi tadi, bagi saya, pusat segalanya adalah sikap rakus dan serakah. Sistem yang bobrok belum tentu membuat orang korupsi. Kebutuhan yang mendesak tak serta-merta mendorong orang korupsi. Hukuman yang rendah bagi pelaku korupsi belum tentu membikin orang lain terinspirasi ikut korupsi.

Pendeknya, perilaku koruptif memiliki motivasi dasar sifat serakah yang akut. Adanya sifat rakus dan tamak tiada tara. Korupsi, menyebabkan ada orang yang berlimpah, ada yang terkuras, ada yang jaya, ada yang terhina, ada yang mengikis, ada yang habis. Korupsi paralel dengan sikap serakah.

Fiksasi dan Korupsi

Ada hubungan antara tahapan perkembangan kepribadian anak dengan kondisi anak setelah dewasa. Bila pada tahap-tahap itu terjadi fiksasi atau hambatan perkembangan kepribadian., maka kepribadian itulah yang dibawanya sampai besar.

Sifat serakah adalah sifat dari orang yang terhambat dalam perkembangan kepribadiannya, yaitu ketika dia terhambat dalam tahap kepribadian anal. Seorang anak yang mengalami hambatan kepribadian pada fase anal, ketika besar ia akan mempertahankan kepribadian anal. Karakter orang ini ditandai dengan kerakusan untuk memiliki.

Ia merasakan kenikmatan dalam pemilikan pada hal-hal yang material. Fase anal ditandai oleh kesenangan anak melihat kotoran yang keluar dari anusnya. Kini, kotoran telahdiganti benda lain. Benda itu berujud uang, mobil, rumah, saham, berlian, emas, intan.

Koruptor adalah anak kecil dalam tubuh orang dewasa. Badannya besar, jiwanya kerdil. Untuk menyembuhkannya, hilangkan hambatan itu. Tunjukkan padanya bahwa pada dasarnya dia belum dewasa. Kesenangan mengumpulkan harta adalah simbol perilaku menyimpang akibat terhambat dalam perkembangan kepribadian di masa kanak-kanak.

Kesimpulannya, koruptor adalah orang yang belum dewasa. Ia masih perlu belajar memperbaiki kualitas kepribadiannya

Referensi: http://psikologipro.wordpress.com , wikipedia

Menyalakan Hati Nurani Bangsa Indonesia

Rabu, 09 Desember 2009

kampanye revolusi hati nurani indonesiaHari ini 9 Desember 2009 ,yang merupakan hari korupsi dunia, Banyak sebagian warga Indonesia yang turun ke jalan ke daerah Monas Jakarta ,sebagai cara rakyat meng-ekspresikan Demokrasi di negeri ini.

Akhir-akhir ini, melalui fasilitas media , semakin diperjelas realita hukum di negeri kita di mata rakyat, bahwa semakin tinggi status sosial seseorang makan akan semakin lebih sulit di jangkau oleh hukum.

Di picu oleh kasus Prita Mulyasari, sebuah semangat nasionalisme dan kebangkitan hatinurani mulai bergerak dan bangkit dan berjalan menuju kancah Demokrasi Indonesia. Rakyat di seluruh indonesia tanpa pandang suku, Agama, status sosial ikut peduli menyumbangkan KOIN PRITA sebagai simbol kepedulian sesama melawan hukum yang tak memiliki nurani.

Harapan kita sebagai rakyat yang mencintai negeri ini, semoga api semangat koin prita ini akan terus hidup dan semakin besar dan membakar keangkuhan logika hukum di negeri ini.

Harapan kita...Jangan berehenti hanya sampai di prita

Artikel selengkapnya saya tulis disini : Revolusi Hati Nurani Indonesia


Persela

More on this category »

Berita Islam

More on this category »

Hukum

More on this category »
 

© Copyright Berita Lamongan Terkini 2010 -2011 | Design by Kabarlamongan.com | Published by Nirwana Digital Print | Powered by Blogger.com.