Kabarlamongan.com: Lamongan- Ibadah
malam adalah sunah yang utama. Rasulullah sendiri tidak pernah melewati
malam-malamnya, melainkan selalu dihiasinya dengan qiamulail (Tahajud).
Bahkan, satu hadis meriwayatkan, apabila qiamulail, Rasulullah
melakukannya dengan penuh kesungguhan, hingga bengkak kedua tapak
kakinya.
Hal ini menunjukkan bahwa qiamulail adalah momentum penting yang
seyogianya setiap Muslim tidak melalui malam, kecuali dengan mengikuti
kebiasaan mulia Rasulullah itu. Di dalam Alquran, secara eksplisit Allah
SWT menegaskan umat Islam untuk bangun di tengah malam. “Wahai orang
yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk shalat) di malam hari.” (QS
al-Muzzammil: 1-2).
Qiamulail Allah tegaskan adalah momentum yang baik untuk menyerap
makna Alquran secara lebih berkesan, sehingga jiwa dapat merasakan
ketenangan dan kenyamanan kala membacanya. “Sesungguhnya, bangun di
waktu malam adalah lebih tepat dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.”
(QS al-Muzzammil: 6).
Sementara itu, pada ayat yang lain Allah menjelaskan maksud dari
diperintahkan qiamulail ini. “Dan pada sebagian malam hari shalat
Tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan
Rabb-mu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (QS al-Isra: 79).
Namun demikian, ibadah ini tergolong tidak mudah untuk diamalkan.
Apalagi, jika memang niat dan upaya yang dipersiapkan untuk bisa
qiamulail tidak benar-benar maksimal. Utamanya, dalam hal menjaga hati.
Sebab, ternyata di antara sekian banyak penghambat seorang Muslim bisa
qiamulail satu di antaranya adalah berprasangka buruk.
Hal inilah yang dialami ulama sufi Sufyan ats-Tsauri sebagaimana
termaktub dalam kitab Mi’atani Hikmah Min Hikam Ash-Shahabah wa
Ash-Shalihin. Suatu ketika, Sufyan berkata, “Aku terhalangi untuk
melakukan qiamulail selama lima bulan karena dosa yang telah aku
perbuat.” Dikatakan, “Dosa apa itu?” Ia menjawab, “Aku melihat seorang
laki-laki menangis tatkala shalat, lalu aku katakan, ia adalah orang
yang riya.”
Dengan demikian, satu di antara syarat utama untuk terhindar dari
penghambat qiamulail adalah tidak berprasangka buruk terhadap siapa pun,
lebih-lebih terhadap mereka yang melakukan amal kebajikan. Memastikan
hati dalam kondisi bersih juga merupakan syarat yang tidak boleh
disepelekan agar kita benar-benar mampu mengisi sepertiga malam kita
dengan qiamulail.
Dari apa yang dialami Sufyan ats-Tsauri ini dapat diambil hikmah
bahwa disunahkannya qiamulail bagi umat Islam tidak lain agar dalam
sehari semalam, hati senantiasa terjaga dari hal-hal yang tidak perlu,
apalagi haram. Dengan begitu, semangat ibadah akan dimudahkan Allah SWT.
Sungguh suatu kerugian yang nyata apabila seorang Muslim, lebih-lebih
yang mendakwahkan ajaran Islam, melewatkan malam harinya tanpa
qiamulail. Oleh karena itu, mari kita jaga hati dari berprasangka buruk,
iri, dan dengki. Sebab, pangkal segala penghambat dalam melakukan amal
kebaikan adalah dari rusaknya hati yang dibiarkan.
Wallahua’lam.
(Rep/Ding)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkomentar di website kami