Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pemeriksaan terhadap kepala daerah tidak perlu mengantongi izin dari Presiden.
Dalam sidang putusan uji materi Pasal 36 ayat 1,2,3 dan 4 Undang-undang
(UU) Nomor 12/2008 tentang Kepala Daerah, MK berpendpat, sepanjang masih
dalam tahap penyelidikan dan penyidikan, penegak hukum, dalam hal ini
Polri dan kejaksaan, dapat langsung memeriksa kepala daerah tanpa
meminta izin kepala negara.
Alasan juru tafsir konstitusi itu, izin Presiden pada tahap penyelidikan
dan peyidikan berpotensi menghambat proses hukum. Selain alasan itu,
kedua pasal tersebut secara tak langsung mengintervensi sistem penegakan
keadilan.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian dan menyatakan Pasal 36
ayat 1 dan 2 tidak mengikat secara hukum," kata Ketua MK Mahfud MD, saat
membacakan putusan Kantor MK di Jakarta, Rabu (26/9).
Pasal 36 ayat 1 menyatakan, "Tindakan penyelidikan dan penyidikan
terhadap kepala daerah dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis
dari Presiden atas permintaan penyidik."
Adapun isi Pasal 36 ayat 2 adalah, "Dalam hal persetujuan tertulis
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak diberikan Presiden dalam waktu
paling lambat 60 hari terhitung sejak diterimanya permohonan, proses
penyelidikan dan penyidikan dapat dilakukan."
Pada kesempatan yang sama, anggota Majelis Hakim MK, Akil Moctar
berpendapat persetujuan tertulis Presiden tidak memiliki rasionalitas
hukum yang cukup. Pasalnya, sebagai subyek hukum, kepala daerah pun
harus mendapat perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Meski begitu, izin dari kepala negara harus dikantongi pada saat
tindakan penahanan terhadap kepala daerah. Alasannya, penahanan tersebut
dikhwatirkan berpotensi menghambat roda pemerintahan daerah.
"Ini karena kepala daerah merupakan bawahan Presiden. Perlakuan ini
hanya unntuk menjaga harkat dan martabat yang bersangkutan," cetus Akil.
Meski begitu, MK mendukung proses hukum yang bersifat cepat, sederhana,
dan berbiaya ringan. Karena alasan tersebut, Majelis Hakim kemudian
memotong waktu jawaban tertulis menjadi 30 hari. "Sebelumnya membutuhkan
60 hari."
Pemohon uji materi beleid ini adalah Feri Amsari, Teten Masduki, Zainal
Arifin Mochtar, dan Indonesia Corruption Watch (ICW). Pemohonan
berpendapat, izin Presiden kerap menghambat proses pemberantasan korupsi
dan sebagai bentuk intervensi terhadap hukum.
"Hal ini bentuk pelanggaran prinsip nondiskriminasi dan bertentangan
dengan asas equality before the law," kata kuasa hukum pemohon Alvon
Kurnia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkomentar di website kami