Jakarta: Indonesia Corruption Watch (ICW) mendorong KPK untuk membidik tersangka baru dalam kasus korupsi dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) yang diduga melibatkan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR.
Data-data dan penjelasan Nando, Kepala Sub Bagian Rapat Banggar DPR, saat memberi kesaksian di persidangan terdakwa Wa Ode Nurhayati, bisa digunakan KPK sebagai pintu masuk untuk menjerat para pelaku di DPR.
"Ini momentum yang sangat tepat bagi KPK. Data-data dan keterangan Nando di persidangan Wa Ode bisa digunakan untuk membidik tersangka baru," kata Abdullah Dahlan, Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Selasa (28/8).
Dari penjelasan Nando, kata Abdullah, jelas terlihat ada perencanaan sistematis untuk menyelewengkan dana PPID. "Ada kode-kode khusus sebagai penanda bagi-bagi proyek oleh Banggar," kata dia.
Sebagaimana dipaparkan Nando di persidangan, 14 Agustus lalu, kode-kode yang tertulis di dokumen penerima dan alokasi dana PPID itu dibuat pimpinan Banggar.
Kode P1 sampai P4 merujuk kepada Ketua dan Wakil Ketua Banggar, yakni P1 untuk Ketua Banggar Melchias Markus Mekeng, P2 untuk wakil ketua Mirwan Amir, P3 untuk Wakil Ketua Olly Dondokambey, dan P4 untuk Wakil Ketua Tamsil Linrung. Sedangkan kode 1 sampai 9 merujuk pada fraksi pengusul di DPR, yakni Partai Demokrat (1), Golkar (2), PDIP (3), PKS (4), PAN (5), PAN (6), PKB (7), Gerindra (8), dan Hanura (9). Selain kode, ada juga pemberian warna merah, biru, kuning, dan hijau.
"Kodifikasi sendiri sudah melanggar prosedur. Sangat jelas (APBN) selama ini jadi arena bancakan partai," kata Abdullah.
"KPK harus bergerak cepat. Kita khawatir, jika dibiarkan lama, ada penghilangan barang bukti, sulit lagi nanti untuk mengusutnya. Jangan sampai kasus Banggar ini berhenti sampai pada Wa Ode saja," lanjutnya.
Dari fakta yang dibeberkan itu, kata dia, korupsi di Banggar dilakukan secara terencana dan sistematis. "Misalnya, Nando diperintahkan. Ada pengodean untuk memperjelas ini proyeknya siapa, fraksi mana, dan seterusnya. Ini bukan lagi masalah politik, tapi kriminal," jelasnya.
Untuk memudahkan penyidikan kasus itu, ia menyarankan KPK bersinergi dengan PPATK. Sedangkan, ICW koalisi LSM antikorupsi lainnya berkomitmen akan mengawal kasus ini hingga terbongkar tuntas dan pelakunya dihadapkan di pengadilan.
Menanggapi dorongan ICW itu, juru bicara KPK Johan Budi mengatakan penjelasan dan data-data yang terungkap di persidangan Wa Ode menjadi masukan berharga bagi KPK.
"Sekecil apa pun informasinya, kita jadikan masukan. Tapi, keterangan di persidangan itu tentu tidak bisa serta-merta kita gunakan untuk penyidikan. Perlu didalami lagi, dikumpulkan dokumen dan bukti-bukti lain, keterangan saksi-saksi," ujarnya.
Menurut Johan, KPK juga berkomitmen untuk terus mengusut dugaan bagi-bagi proyek dana PPID di Banggar. "Sepanjang ada bukti-bukti, dokumen pendukung, dan saksi-saksi, kita pasti sidik. Jadi, tidak terhenti sampai Wa Ode saja, toh masih ada tersangka lain," kata dia.
Adanya anggapan bahwa KPK masih trauma mengusut kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR, Johan dengan tegas menampik hal itu.
"Nggak ada istilah takut, KPK pasti proses siapa pun sepanjang ada bukti yang kuat. Kita ada strategi, dan selalu kerjasama instituasi lain, termasuk PPATK," ujarnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkomentar di website kami