Jakarta: Komisi III DPR meminta Mahkamah Agung (MA) menjelaskan alasan membatalkan vonis hukuman mati bagi gembong narkoba internasional Deni Setia Maharwa. Menurut Komisi Hukum DPR, hakim yang baik harus bisa masuk ke ranah publik.
"Hakim yang baik, masuk ke ranah publik, bukan berkampanye dengan hal-hal lain," kata Ketua Komisi III DPR I Gede Pasek Suardika di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (11/10).
Menurut Pasek, kritikan atas putusan terhadap Deni Setia Maharwa harus ditanggapi dengan penjelasan. Tidak boleh pemberian keterangan dilimpahkan kepada hubungan masyarakat.
"Hakim yang menjelaskan, bukan humas MA. Membiasakan tradisi itu penting," tegur politikus Partai Demokrat ini. Seperti dilansir situs MA, MA membatalkan vonis mati kepada gembong narkoba sindikat internasional, Deni Setia Maharwa alias Rapi Mohammed Majid. Dalam putusan di tingkat kasasi, Deni dihukum mati.
"Mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) Deni berupa perubahan dari pidana mati yang dijatuhkan kepadanya menjadi pidana penjara seumur hidup," begitu isi website MA.
Deni divonis mati oleh MA tanggal 18 April 2001. Keputusan ini memperkuat putusan Pengadilan Negeri Tangerang, 22 Agustus 2000. Karena ditemukan 3 kg kokain dan 3,5 kg heroin di dalam tasnya saat hendak menyelundukan barang haram tersebut ke London pada 12 Januari 2000 sesaat sebelum berangkat dengan pesawat Cathay Pacific lewat Bandara Soekarno-Hatta.
Selain Deni, dibekuk juga dua anggota sindikat lainnya, Meirika Franola dan Rani Andriani.
Pembatalan vonis mati oleh MA ini menyusul adanya keringanan menjadi hukuman seumur hidup kepada Meirika Franola. MA juga pernah membatalkan vonis mati kepada warga Nigeria Hillary K Chimezie, pemilik 5,8 kilogram heroin. Hukuman Chimezie diubah menjadi penjara 12 tahun.
MA membebaskan pemilik pabrik ekstasi Hengky Gunawan dari hukuman mati menjadi hukuman 15 tahun penjara pada 16 Agustus 2011 lalu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkomentar di website kami