Iklan

Iklan
Advertorial
News Update :

43 Juta Anak Indonesia Terpapar Rokok

Senin, 17 September 2012


SEDIKITNYA 43 juta anak Indonesia (64,2%) terpapar rokok karena tinggal serumah dengan perokok aktif. Persentase anak usia 10-14 yang merokok juga meningkat tajam dari 9,5% pada 2001 menjadi 17,5% pada 2010.

"Selain di rumah, sebanyak 89% anak berusia 13-15 tahun juga terpapar rokok di tempat-tempat umum," kata Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes Tjandra Yoga Aditama, kemarin di Jakarta.

Ia mengutip data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan 2010 dan hasil survei The Global Youth Tobacco Survey 2006. Berdasarkan riset tersebut, lanjut Tjandra, mayoritas rumah tangga yang merokok justru berasal dari kelompok miskin. Berkaca dari hasil survei tersebut, negara harus melindungi anak-anak dari dampak tembakau.

"Sebab, anak yang terus-menerus terpapar asap tembakau rentan mengalami penurunan pertumbuhan paru, mudah terinfeksi saluran pernapasan, telinga, dan asma," jelasnya.

Komentar Tjandra diamini Menteri Kesehatan Nafsiah Mboy. Selama berpraktik sebagai dokter anak, Menkes mengaku mayoritas pasien anak penderita batuk kronis ternyata serumah dengan orangtua perokok.

Tjandra menambahkan, berdasarkan survei itu, rumah tangga miskin umumnya mengalokasikan 12,6% penghasilan mereka untuk rokok, atau menjadi prioritas pengeluaran kedua setelah beras.

Ancaman rokok terhadap kualitas kesehatan anak bangsa, tambah Tjandra, juga terlihat dari fenomena perokok usia balita. "Hasil Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2004 saja sudah menunjukkan jumlah perokok pemula (5-9 tahun) meningkat tajam dari 0,4% pada 2001 menjadi 2,8% pada 2004," kata Tjandra lagi.

Pemerintah gagal

Dengan melihat hasil survei tersebut, Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) Aris Merdeka Sirait mengatakan pemerintah telah gagal melindungi kesehatan rakyat.

"Pemerintah memang belum berpihak kepada perlindungan kesehatan anak-anak, yang menjadi target pemasaran industri rokok. Harganya murah dan mudah diakses siapa saja. Tidak mengherankan perokok balita bermunculan di berbagai daerah," tutur Aris.

Karena itu, tambahnya, sudah saatnya pemerintah menjegal agresivitas industri rokok dalam memasarkan produk adiksi itu kepada anak-anak dan melindungi mereka dari paparan asap rokok.

Dalam menanggapi itu, Tjandra mengakui pemerintah berkewajiban melindungi anak-anak dari bahaya asap rokok. Hal itu sesuai dengan UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Di sisi lain, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai ada diskriminasi undang-undang (UU) terhadap rokok.

"Bila dibandingkan dengan dua produk yang diberi cukai, yakni alkohol dan etil alkohol, rokok mendapat banyak keistimewaan, seperti keleluasaan beriklan dan penjualan. Mencarinya gampang," tegas Tulus.

Pemerhati kebijakan publik dan perlindungan konsumen, Agus Pambagio, menilai peningkatan persentase perokok usia muda akibat langgengnya gaya hidup masyarakat. Rokok termasuk alat bersosialisasi.

"Untuk menekan hal itu tidak bisa serta-merta dengan larangan. Namanya anak muda, semakin dilarang semakin merasa tertantang untuk mencoba. Karena itu, untuk melawannya harus melalui gaya hidup juga. Misalnya, kampanye go green," ujar Agus.
Share this Article on :

0 komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkomentar di website kami

 

© Copyright Berita Lamongan Terkini 2010 -2011 | Design by Kabarlamongan.com | Published by Nirwana Digital Print | Powered by Blogger.com.