Kabarlamongan.com: Lamongan- Masyarakat kini semakin liar memanfaatkan kebaradaan Rawa Semando Babat. Bahkan dari tahun ke tahun jumlah kavlingan tambak liar terus bertambah dan berdampak terhadap 1661 hektare lahan baku sawah yang biasanya pengairannya mengandalkan suplai air Rawa Semando. Terdata, sebanyak 100 hektare tambak liar membentang di rawa tersebut dan sejauh ini PU Pengairan tak mampu melarang masyarakat yang memanfaatkan rawa. Praktis air dari wilayah Babat tidak tertampung dalam rawa. Di lokasi rawa penuh dengan pematang untuk tambak liar.
Keberadaan tambak liar kini sangat mengganggu fungsi rawa sebagai tempat penampungan air untuk pengairan lahan pertanian. Dampaknya, sebanyak 1661 hektare lahan sawah yang biasanya diairi dari rawa Semando tak lagi bisa diharapkan. Pasalnya air rawa Semando kini diatur oleh para pemilik tambak, mengeluarkan dan memasukkan air tergantung masa panen dan masa tabur ikan dan sesuka hati mereka. Jumlahnya pun cenderung bertambah karena pemangku Rawa Semando, Dinas Provinsi Pengairan Jawa Timur tidak bertindak tegas terhadap pemilik lahan tambak liar itu.
Contohnya saja, pembuatan pematang itu kebanyakan menggunakan alat berat, seperti, beacheo yang leluasa dilakukan oleh masyarakat. Data yang diperoleh Surya Minggu (27/01/2013) menyebutkan, awal musim penghujan ini petambak liar ramai – ramai memulai tabur ikan, jenisnya, tombro, bandeng, mujaer, putihan dan juga udang vanamie. Tak ada petugas Dinas Pengairan yang mampu melarang mereka. Dari 100 hektare tambak liar itu dimiliki sebanyak 200 orang. Mereka leluasa membangun pematang untuk membentuk petak – petak terbagi sekitar 150 petak tambak yang mencaplok tanah Rawa Semando dari luas rawa 550 hektare.
Pemiliknya rata – rata dari luar daerah Lamongan, termasuk Gresik dan Sidoarjo serta beberapa warga Kabupaten tetangga. Hanya pengelolaannya diserahkan masyarakat desa terdekat Rawa Semando dengan cara bagi hasil atau gaji bulanan. Ada juga warga Babat yang menguasai lahan lebih luas rawa untuk pemanfaatkan yang sama. Anehnya ada sejumlah lahan tambak yang diperjual belikan dibawah tangan antara orang pertama pembuka lahan dengan orang kedua dan seterusnya yang nilainya mencapai ratusan juta. Meski sudah dipasang papan pemberitahuan tentang status tanah dan ancaman hukuman yang memanfaatkan tanah tersebut, masih belum mampu menghentikan para petambak liar.
Hal serupa terjadi Rawa Sekaran, tambak liar bermunculan. Bedanya, di Rawa Sekaran pemiliknya didominasi warga setempat sekaligus pengolahannya. Sementara di Rawa Semando, petambak menyiasatinya khusus di bagian selatan rawa, pematang tambak hanya menggunakan pirik ( sejenis jaring, red) Sementara radius 200 meter dari tanggun rawa ke utara, pematangnya permanen yang dibuat dengan menggunakan alat berat.
Kepala Dinas PU Pengairan, Djoko Purwanto dikonfirmasi Surya Minggu (27/01/2013) siang menyatakan, Rawa Semando itu sepenuhnya wewenang Dinas Pengairan Propinsi Jatim. Dinas Pengaiaran Lamongan tidak memiliki wewenang melarang masyarakat yang membangun tambak di rawa. “Saya hanya dimintai bantuan untuk mendata saja. Dan terakhir jumlah tambak liar itu dikauasi sebanyak 200 orang,” kata Djoko Purwanto. Djoko menambahkan, langkah selanjutnya usai pendataan terserah propinsi . Dan tambak yang berada did ala rawa itu mengganggu penampungan air wilayah Babat. Dampak lain lahan sawah, seperti yang ada di Babat dan Sekaran juga tidak lagi mendapatkan pengairan dari Rawa Semando - (Surya)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkomentar di website kami